Rabu, 15 Juli 2015

Meraih Maghfirah Allah Taala di Bulan Ramadan

Kiat Meraih Maghfirah Allah Taala di Bulan Ramadan
Huzur bersabda, tak terasa, bulan Ramadan serasa baru saja mulai kemarin. Tahap sepuluh hari kedua pun segera akan berlalu, dan tahap sepuluh hari terakhir segera menjelang. Di dalam sebuah Hadith diriwayatkan, Rasulullah Saw bersabda, .. huwa saharun awwalahu rahmatun, wa aswatuhu maghfiratun, wa akhiruhu idhkum-minannaar, yang artinya, 'Sepuluh hari pertama Ramadan membawa rahmat Ilahi, sepuluh hari kedua pengampunan segala dosa, dan sepuluh hari terakhir adalah pemahruman dari Api neraka.'
Huzur bersabda, beliau akan menerangkan tentang hikmah tahap sepuluh hari kedua, dan juga sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadan ini.

Allah Swt telah memerintahkan kaum mukminin untuk banyak-banyak ber- Istighfar (memohon ampunan-Nya); demikian pun Rasulullah Saw sekaligus mencontohkannya. Manakala Allah Taala menyuruh manusia ‘bertaubat, memohon ampun', Dia pun menegaskan '...innallaha ghofururrahim, yakni, sesungguhnya, Aku Allah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang' (2:200). Manakala Allah Taala dan Rasulullah Saw menyatakan bahwa bulan ini adalah bulan penuh pengampunan, sekaligus pula ditegaskan-Nya, bahwa Dia pasti akan memberikan pengampunan. Adalah mustahil bila seorang hamba datang penuh ikhlas memohon maghfirah-Nya, tapi Dia tidak mengampuninya. Justru maghfirah dan idhkum-minannaar ini terkait erat dengan menjauhnya manusia dari pengaruh Syaitan, dan berjuang keras untuk mendapatkan kedekatan Allah Swt.

Adalah semata-mata karunia Allah Swt seorang mukmin dapat melaksanakan ibadah puasa. Oleh karena itu Dia pun mengampuni segala dosa mereka yang terdahulu, dan juga melindunginya dengan maghfirah-Nya. Dia memberikan ampunan pun merupakan suatu karunia-Nya. Taubatan-nasuha dan memperoleh pengampunan Ilahi semata-mata dikarenakan karunia-Nya belaka. Yakni, hal ini akan tercapai bila manusia berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan ikhlas; beramal-shalih, serta melaksanakan semua perintah-Nya, maka niscaya mereka pun akan dimahrumkan dari Api Neraka. Sesungguhnya, naar api neraka tidak akan menyentuh orang mukmin yang telah berhasil memperoleh keridhaan Allah Swt.

Jadi, ketiga-tahap 10 (sepuluh) hari bulan Ramadan yang istimewa ini saling terkait satu sama lain yang ber-prasyarat kepada praktek amal shalihnya masing-masing. Bukanlah hanya berlapar-lapar menahan puasa dari fajar hingga petang yang menyebabkan perolehan berkah Ramadan. Namun, Allah Swt telah menciptakan kondisi khusus bulan Ramadan pada mana Dia merantai Syaitan dan Dia berkenan untuk menghampiri manusia. Maka tugas manusialah untuk berikhtiar sekuat tenaga untuk mendapatkan berbagai rahmat dan karunia-Nya itu.

Kemudian Huzur membacakan beberapa ikhtisar tulisan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang menerangkan rahmat maghfirah Allah Swt, yakni Dia menegaskan akan mengampuni segala dosa manusia apabila mereka benar-benar bertaubat, meskipun dosanya itu sebesar gunung. Huzur bersabda, Allah Swt banyak mengampuni manusia di hari-hari biasa, namun khusus di bulan Ramadan, rahmat maghfirah-Nya turun laksana hujan besar. Maka sungguh beruntunglah orang-orang yang berusaha memperoleh banyak taufiq dan maghfirah-Nya ini. Sungguh masih banyak tersedia waktu untuk mencari berkat dan pengampunan Tuhan. Manakala manusia menghadapkan wajah kepada Allah Taala dengan segala kerendahan hati, maka Dia pun menegaskan tiada wujud lain selain Aku, Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Huzur bersabda, untuk memperoleh karunia Ilahi dan maghfirah-Nya kita perlu melihat dan meneliti. Allah Swt menyatakan, khusus di hari-hari yang berberkat ini, pintu Ilahi dibukakan lebar-lebar. Barang siapa berusaha mencari-Nya, mereka akan menemukan pintu-pintu Ilahi yang terbuka luas. Dan Allah Taala pun mengatakan di dalam Alquran mengenai keistimewaan Ramadan, ...fainni qariib..., 'sesungguhnya Aku dekat' (2:187). Datanglah ke dalam haribaan pengampunan-Ku. Kalau di hari-hari biasa karunia-Ku tetap melimpah dan hukuman-Ku sedikit, tetapi khusus di dalam bulan Ramadan ini pintu-pintu karunia-Ku lebih terbuka lebar lagi. Hal ini sebagaimana difirmankan di dalam Alqur’an: ‘…lawajaduullaha tawwabarrahiima..., yakni, sungguh mereka akan mendapati Allah tempat kembali yang menenteramkan dan Maha Penyayang' (4:65). Allah menyatakan, Aku Maha Pemurah dan Maha Penyayang, tetapi manusialah yang menganiaya dirinya sendiri dan tidak bertaubat.

Huzur bersabda, sebuah Hadith meriwayatkan, begitupun Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengatakan, manakala seorang hamba berjalan menuju Allah, maka Allah Taala pun berlari menghampirinya. Hal ini sebagaimana difirmankan-Nya di dalam Alqur’an:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

‘Dan barangsiapa berjihad di jalan Kami, sesungguhnya Kami pun niscaya akan memberi jalan petunjuk ke arah Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beramal shalih’ (29:70).
Huzur bersabda, ber-Istighfar adalah salah satu jalan menuju ke Allah Swt. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda, arti dan hikmah sejati ber-Istaghfar adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah Swt, sehingga tidak tampak lagi sesuatu kelemahan diri. Ia telah berada di dalam derajat nusrat pertolongan Ilahi, yakni Dia telah berkenan menutupi kelemahan fitratnya sebagai manusia.

Huzur bersabda, sungguh mustahil kelemahan fitrati manusia tidak akan tampak, karena Syaitan senantiasa memperdayainya. Oleh karena itu, hal ini hanya dapat dicapai apabila tetap melindungi diri dengan cara senantiasa ber-Istighfar dan selalu mencari keridhaan Allah Swt. Jika tidak, maka akan terjadi seperti yang dilukiskan oleh Rasulullah Saw, bahwa sesungguhnya Syaitan itu mengalir di dalam peredaran darah manusia.
Huzur bersabda, namun kita hanya akan berhasil memperoleh derajat pertolongan Ilahi apabila semua yang berhasil kita peroleh di dalam Ramadan dapat dijadikan bagian hidup sehari-hari. Jika tidak demikian maka sebagaimana suatu penyakit khronis yang tidak diberantas tuntas, ia akan mati suri di dalam tubuh saudara yang akan kembali aktif manakala tubuh saudara menjadi lemah. Begitupun berbagai penyakit rohani atau a-moral manusia dapat disembuhkan dengan cara senantiasa ber-Istighfar. Dan ber-Istighfar ini pun sekaligus sebagai sarana perlindungan untuk di hari-hari yang akan datang. Adalah karunia dan keridhaan Allah Swt, Dia memerintahkan kita untuk senantiasa ber-Istighfar dengan khusyu, sekaligus memberikan periode 'tarbiyat rohani yang intensif’ dalam bentuk bulan Ramadan setahun sekali guna memudahkan kita mencapai qurb kedekatan Ilahi sekaligus peningkatan kondisi rohani.

Jika hal ini dapat difahami, yakni hanya berkonsentrasi di dalam puluhan hari-hari khusus ini kemudian melupakannya selama setahun ke muka, maka sepuluh hari maghfirah-Nya ini tidak akan menjadi hari-hari pengampunan bagi dirinya. Kita hanya akan mencapai keberhasilan hal ini apabila kita berjanji dan berjihad tidak akan mengulangi lagi berbagai kealpaan di masa-masa yang lalu. Inilah haqiqat Istighfar yang sejati.
Menerangkan dua arti kata Istighfar dan Taubat yang difirmankan beberapa kali di dalam Alqur’an, Huzur membacakan ayat 4 Surah Hud, wa anistaghfiru robbakum tsumma tuubuu ilaihi, yakni, inilah Istighfar yang sejati dan taubatan nasuha yang dikehendaki oleh Allah Swt.

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menerangkan perbedaan antara Istighfar dengan taubatan nasuha adalah, kaum Muslimin dikaruniai dua perkara; pertama ialah, bagaimana caranya memperoleh kekuatan, dan kedua, bagaimana caranya menggunakan kekuatan tersebut dalam praktek sehari-hari. Yakni, Istighfar adalah sarana senjata untuk melumpuhkan Syaitan, dan Taubah adalah penggunaan perangkat persenjataan tersebut. Dengan kata lain, mempraktekkan daya kekuatan tersebut sangat membantu untuk mengenyahkan Syaitan agar rohani (nafs) kita tidak dapat diperdayainya. Untuk itu manusia harus senantiasa berjihad untuk beramal-shalih sebagaimana diperintahkan-Nya, jika tidak, maka Istighfar saudara tidak akan mendatangkan keberhasilan apapun.

Selama Ramadan boleh jadi orang mukmin dapat memenuhi semua persyaratan peribadatan (membaca Alquran, dzikir, doa, salat nafal, dlsb), tetapi bila ia tidak melaksanakan berbagai perintah Alquran, seperti misalnya merampas hak saudaranya, maka ia tidak melaksanakan Istighfar dan tidak bertaubat dengan sebenar-benarnya. Manakala Allah Swt telah memudahkan manusia untuk menutupi aib dan kedhaifannya maka ia pun perlu menggantinya dengan dengan berbagai amal kebaikan dan keshalihan. Jika tidak, maka Syaitan pun akan segera menempati kembali urat jantung mereka yang telah kosong tersebut.
Allah Swt menyatakan di dalam Alquran mengenai taubatan-nasuha (66:9),
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً

yang hikmahnya melalui ikhtiar tersebutlah Allah Taala menghilangkan segala dampak buruk perbuatan manusia.
Huzur bersabda, manusia wajib senantiasa ingat untuk memuliakan haququllah dan haququl ibad. Taubatan nasuha terkait dengan 3 (tiga) aspek. Ialah, (1) Setiap awal keburukan pertama-tama mengambil bentuk dalam pikiran. Oleh karena itu, jika orang tidak berusaha mensucikan pikirannya, maka taubatnya tidak ikhlas. Jadi, jika datang suatu pikiran buruk, cepat-cepatlah singkirkan dan segera menyesalinya. (2) Menafi'kan hak-hak orang lain pun termasuk perbuatan buruk yang dapat menjauhkan orang dari taubatan-nasuhanya. (3) Taubatan nasuha adalah kondisi rohani yang demikian cemas, takut akan perbuatan khilaf sekecil apapun. Dan sudah barang tentu orang yang bertaubat hendaknya mempunyai sesuatu target utama.
Jika ketiga aspek tersebut sudah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka Allah Taala pun akan mengaruniai kemampuan taubatan-nasuha yang sedemikian rupa, sehingga segala kelemahan fitratinya tergantikan dengan akhlak fadillah yang tinggi.

Taubatan-nasuha yang sejati mengubah segala perbuatan munkar menjadi amal shalih yang membawa kebaikan hasanah, dunia akhirat, sebagaimana tercantum di dalam Alqur’an 25:71,
إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

Huzur bersabda, suatu inqillabi haqiqi revolusi rohani diperlukan orang yang berusaha taubatan-nasuha; bersikap lawammah (menyesali diri) dan kemudian berjihad mengerjakan berbagai amal shalih yang sesuai dengan perintah Allah Swt. Selama bulan Ramadan kaum mukminin memperoleh gemblengan tarbiyat peningkatan kondisi dan ketabahan diri. Kombinasi kedua sarana tarbiyat ini hendaknya menghasilkan sepuluh hari maghfirah yang benar-benar mengampuni; yang membuahkan hasil kepada kondisi sepuluh hari terakhir, idhkum minannaar. Dengan cara inilah dari bulan ke bulan berikutnya; dan dari tahun ke tahun berikutnya membuka jalan maghfirah yang berkelanjutan. Inilah haqiqat sabda Rasulullah Saw mengenai hikmah tiga tahap sepuluh-sepuluh hari berberkat di bulan suci Ramadan yang hendaknya dapat kita fahami dan berusaha untuk mengerjakannya.

Sungguh beruntung mereka yang dapat ber-Istighfar sejati dan ber-taubatan nasuha di bulan Ramadan dan menjadi saksi kebenarannya, sehingga memperoleh banyak limpahan rahmat dan karunia Allah Swt. Manusialah yang bersikap abai. Sedangkan Allah Taala senantiasa peduli dan menerima pertaubatan hamba-Nya yang sejati, sebagaimana difirmankan-Nya di dalam Alquran 4:28,
وَاللّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُماً


Oleh karena itu, adalah kewajiban para hamba-Nya untuk ber-Istighfar dan kembali kepada Allah di dalam bulan suci ini pada mana rahmat dan maghfirah-Nya dikaruniakan lebih besar dibandingkan di waktu-waktu yang lain. Maka kita hendaknya dapat menarik banyak faedahnya.
Membacakan ayat 25:72,
وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَاباً

Huzur bersabda, manakala Allah Taala menyatakan sepuluh hari kedua bulan Ramadan adalah periode maghfirah-Nya, hal ini dapat terwujud hanya apabila kita berusaha setiap ucapan dan perbuatan kita sesuai dengan perintah Allah Swt. Barulah kemudian sepuluh hari terakhir benar-benar menjadi idhkum-minannaar, yakni diharamkan dari jilatan Api neraka.
Membacakan ayat 34 Surah Al Anfal (8:34),
وَمَا كَانَ اللّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُون

Huzur bersabda, selama bulan Ramadan, apabila seorang hamba dapat memenuhi segala amal peribadatan nawafil yang dianjurkan dan juga mengerjakan berbagai amal shalih, manakala ada orang yang mengajak bertengkar, ia hanya menjawab: 'Maaf, aku sedang berpuasa'.
Dan selanjutnya berusaha menjadikan respon kesabaran tersebut sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari. Maka ia pun akan memperoleh keridhaan Ilahi yang sejati, yakni dimahrumkan dari Api neraka. Artinya, otomatis ia masuk ke dalam Jannah-Nya.

Huzur bersabda, demikian mereka yang menamakan dirinya kaum mullah di Pakistan, berusaha mempengaruhi orang untuk menganiaya kaum Ahmadi baik perasaannya, harta bendanya maupun rohaninya. Akan tetapi Hadhrat Masih Mau'ud a.s. telah mentarbiyati kita agar tetap bersabar dan beristiqamah, khususnya lagi di bulan suci Ramadan.

Allah Swt dan Rasulullah Saw telah memberikan khabar suka akan memberikan ganjaran Jannah-Nya bagi mukminin sejati yang banyak beramal shalih. Di bulan khas yang diberkati-Nya ini mukminin sejati yang memperoleh gemblengan tarbiyat berbagai doa dan peribadatan, berjihad untuk mendekatkan Jannahnya masing-masing. Adalah khusus kepada mukminin yang penuh ikhlas dan beramal-shalih, Allah Taala berfirman di dalam ayat 13 Surah Al Dahr (76:13)
وَجَزَاهُم بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيراً

yakni, menjanjikan mereka suatu karunia ganjaran pahala Jannah yang terbaik.
Pada saat sekarang ini, kita kaum Ahmadi dianiaya hanya dikarenakan mentaati perintah Allah Swt. Maka biarlah para penentang itu berlaku aniaya. Namun kita tetap memperlihatkan keistiqamahan, karena kita-lah kaum yang senantiasa mencari keridhaan Allah Swt. Dan Alqur’an sudah penuh dengan peringatan bagi para penganiaya, dan Allah maha mengetahui bagaimana cara memperlakukan mereka.

Huzur bersabda, pada hari-hari Ramadan ini kita hendaknya mendoakan umat manusia pada umumnya, dan kaum Muslimin pada khususnya. Kebanyakan kaum Muslimin terfitnah dan hanya menuruti emosi mereka belaka, tidak memahami sepenuhnya ajaran haqiqi agama atau sangat boleh jadi mereka takut terhadap ulama mereka yang telah menyesatkan mereka. Oleh karena itu, pada periode sepuluh hari terakhir bulan Ramadan ini kita perlu melatih kesabaran, meningkatkan amal shalih, dan ikrar untuk senantiasa melangkah di jalan taqwa. Maka kita pun akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang dimahrumkan dari jilatan Api neraka, karena telah memperoleh Jannah-Nya.
Kita harus senantiasa berjuang keras agar dimasukkan ke dalam kategori sebagaimana yang tercantum di dalam Alquran Karim, 50:32,
وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ

Kita harus berdaya upaya dan memanfaatkan waktu sepuluh hari terakhir Ramadan ini sesuai dengan perintah Allah Taala dan Rasulullah Saw. Semoga kita dimudahkan untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya berbagai rahmat karunia Allah Swt pada periode sepuluh hari terakhir ini, dan juga meningkatkan berbagai amal shalih.

Huzur bersabda, bada Salat Jummah akan mengimami salat jenazah ghaib untuk beberapa orang syuhada. Sebagaimana pada Jumah yang lalu Huzur menyerukan doa Jamaat untuk saudara kita Sheikh Sayeed Ahmad yang terluka parah [dianiaya], setelah 12 (dua belas) hari diopname di rumah sakit, beliau pun meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun.

Syahidin ini pun masih tergolong muda usia, 42 tahun. Baru menikah tahun lalu. Ketika dirawat intensif di rumah sakit itulah bayi lelaki pertamanya lahir. Ketika dibisikkan ke telinganya bahwa anak pertamanya laki-laki telah lahir dengan selamat, beliau pun hanya dapat meneteskan air mata. Tidak dapat berbicara karena seluruh kemampuan fisiknya sudah tidak berdaya. Huzur bersabda, tiga orang keluarga almarhum Sheikh Sayeed Ahmad ini pun disyahidkan pada beberapa waktu yang lalu. Ialah ayahandanya, abangnya dan pamannya. Almarhum dikenal sebagai rajin ber-Tabligh, dan pernah dipenjara satu tahun terkena resiko tuntutan seorang ulama. Almarhum meninggalkan seorang istri, seorang bayi yang baru lahir dan seorang ibu yang sudah tua.

Huzur bersabda, ketika beliau menyampaikan kabar pensyahidan pada Jumah yang lalu, beliau banyak menyebutkan almarhum Dr. Abdul Mannan Siddiqi yang sangat populer di wilayah kerjanya, yang lebih luas dibandingkan para syuhada lainnya. Namun hal ini sama sekali tidak membedakan status para syuhada satu sama lain.

Huzur menyampaikan hal ini sehubungan dengan ada seorang anggota yang mengirim ucapan bela sungkawa hanya untuk syahidin Dr. Abdul Mannan. Huzur bersabda, syahidin lainnya yang beliau sebutkan pada Khutbah Jumah yang lalu, Saith sahib pun dikenal Huzur secara pribadi. Sangat berkhidmat untuk kepentingan agama. Selalu menemui Huzur manakala Huzur mengunjungi wilayah kerjanya. Huzur pernah berkunjung beberapa kali (sebagai Vakilul-Ala pada waktu itu) ke wilayah kerja beliau. Dengan ini klarifikasi telah dilakukan.

Kemudian Huzur pun menyampaikan telah meninggalnya saudari Marwah seorang Ahmadi Syria yang terkena kecelakaan lalu lintas. Lajnah muda ini baru berusia 24 tahun, bekerja keras untuk Website Jamaat (www.alislam.org) berbahasa Arab. Almarhumah baru saja menyelesaikan penterjemahan buku Jamaat tentang Zakat untuk dipublikasikan di website tersebut. Ketika akan menemui percetakan itulah ia mengalami kecelakaan. Almarhumah Marwah adalah seorang Lajnah muda yang mukhlis. Calon suaminya, Muhammad Malis pun berkhidmat untuk MTA Al Arabia. Semoga Allah mengampuni segala kekhilafan almarhumah dan mengangkat derajat maqomnya.
Seorang Ahmadi Syria lainnya, Sami Kazak sahib juga meninggal belum lama ini. Almarhum sangat teguh keimanannya. Pada tahun 1996 hadir dalam Jalsa Salana UK, dan bermulaqat dengan Hadhrat Khalifatul Masih IV rh.a yang lebih meneguhkan kembali keimanan beliau. Sekembalinya ke Syria, beliau mewaqafkan salah satu rumahnya untuk Jamaat. Almarhum adalah seorang ahmadi yang shalih dan pandai bergaul. Semoga Allah mengangkat derajat maqom almarhum dan memudahkan anak keturunan beliau untuk bergabung ke dalam Jamaat.