Mauponggo Kaya Potensi, Miskin Perhatian
Kampung Dhawe Desa Woloede adalah
beberapa kampung yang kaya akan sumber daya alam dan obyek wisata yang menarik
karena masyarakat masih mempertahankan tradisi. (Foto : FBC/Kornelius Rahalaka)
Pu’uwala-Aewoe, Mauponggo juga
terkenal sebagai salah satu daerah yang memiliki daya tarik wisata yang luar
biasa. Selain pantai Enagera yang indah dengan bentangan pasir putih yang
mempesona, sebagian besar wilayah Mauponggo terletak di dataran tinggi yang
diapiti oleh gugusan pegunungan yang curam.
Kecamatan Mauponggo Kabupaten
Nagekeo merupakan salah satu kecamatan yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah. Sejak dulu daerah yang terletak di sekitar kaki gunung Ebulobo ini
terkenal sebagai penghasil utama tanaman perdagangan seperti cengkeh, kakao,
kopi, pinang, vanili, kelapa dan tenaman rempah-rempah lainnya.
Mauponggo tergolong wilayah paling
subur karena berada di bawah kaki gunung api Ebulobo yang sewaktu-waktu
memuntahkan abu vulkanik dari kawah gunung tersebut. Memasuki kawasan
Mauponggo, dapat kita saksikan panorama alam yang indah dengan beragam tanaman
pertanian dan perdagangan.
Hamparan sawah, perkebunan cengkeh
serta keunikan kampung-kampung tradisional yang tertata rapid an terpelihara
keasliannya serta beragam mitos dan ceritra-ceritra sejarah yang unik dan
bernilai magis-spiritual tinggi.
Kampung Dhawe Desa Woloede, Kampung
Pajumala, Malalaja, Woloroja, Uluwaga, Wolosambi, adalah beberapa kampung yang
kaya akan sumber daya alam dan obyek wisata yang menarik dan dapat dikembangkan
untuk kesejahteraan masyarakatnya.
Di kampung-kampung ini pula dapat
ditemukan rumah-rumah adat berusia ratusan tahun yang masih terpelihara dan
terjaga dengan baik. Masyarakat Mauponggo dan Nagekeo pada umumnya masih sangat
menjaga dan menghormati berbagai kebudayaan lokal mereka baik terkait dengan
ritual adat maupun dengan symbol-simbol adat yang mereka miliki.
Namun,untuk menjangkau semua
kampung atau wilayah Mauponggo tidak mudah. Infrastruktur jalan yang
buruk menjadi hambatan utama. Saat ini jalur jalan menuju ke ibu kota kecamatan
Mauponggo relative lancar dan baik namun tidak demikian halnya dengan akses
jalan menuju ke kampung-kampung di wilayah pegunungan. Rata-rata masih jalan
tanah dan hanya sedikit yang beraspal, itu pun sebagian jalan dalam kondisi
compang camping alias memprihatinkan.
Kaya potensi namun minim perhatian
dalam upaya pembangunan bukan hanya menjadi potret buram masyarakat di
Kecamatan Mauponggo dan sekitarnya tetapi kondisi serupa dialami pula oleh wilayah
lainnya di Kabupaten Nagekeo. Kisah indah tentang kekayaan sumber daya alam
terutama dibidang pariwisata juga datang dari Wolowae, sebuah kecamatan yang
terletak di bagian timur ibu kota Mbay. Obyek wisata alam pantai Nangateke,
Pantai Kotajogo dan Teluk Todo hanyalah sejumlah kecil potensi pariwisata yang
masih belum digarap.
Wilayah Kecamatan Wolowae terkenal
dengan padang penggembalaan ternak khususnya sapi. Daerah Wolowae merupakan
wilayah yang memiliki padang savanna terluas di Kabupaten Nagekeo dan merupakan
daerah pengembang garam yang sangat potensial. Wilayah yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Ende ini juga memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang
masih terjaga dengan baik.
Selain Wolowae yang terkenal dengan
padang savanna yang membentang luas dan panorama alam dan budaya yang
beranekaragam, Kecamatan Nangaroro yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Ende di bagian selatan Kabupaten Nagekeo juga memiliki kekayaan sumber daya
alam yang melimpah.
Potensi pariwisata di wilayah ini
pun sungguh menakjubkan. Pantai Ma’u Embo dalam bilangan Desa Tonggo Kecamatan
Nangaroro merupakan salah satu obyek wisata alam pantai yang menjanjikan.
Beberapa aktivitas seperti snorkeling atau diving dapat
dilakukan di kawasan ini.
Beragam cerintra sejarah dan
keindahan alam bawah laut dapat ditemukan di wilayah ini. Akses menuju ke
kawasan obyek wisata laut Ma’u Embo cukup mudah karena terletak tidak jauh dari
Nangaroro yang merupakan jalur jalan utama trans Flores.
Untuk menelusuri kampung-kampung
tradisional di wilayah ini sesungguhnya tidak terlampau sulit. Wilayah Keo
Tengah yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Nagekeo adalah sebuah
daerah yang masih menjunjung tinggi adat istiadat dan budayanya.
Di wilayah ini terdapat
kampung-kampung tradisional seperti Kampung Wajo yang terkenal dengan alat
musik bambu yang oleh masyarakat setempat menyebutnya ndoto.
Kampung adat ini sangat unik dan memiliki ritual yang diharuskan bagi setiap
pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke kampung ini.
Setiap pengunjung diwajibkan
mengenakan pakaian adat setempat sebelum memasuki areal kampung adat. Letaknya
di ketinggian mempermudah para pengunjung menikmati keindahan alam dengan
latarbelakangan perbukitan dan tak jarang kawasan itu berkabut menjelang sore hari.
Hampir seluruh wilayah Nagekeo
memiliki kekayaan alam dan budaya yang unik dan melimpah. Selain Mbay,
Mauponggo, Wolowae, Nangaroro dan Keo Tengah, wilayah Boawae sebagai salah satu
kecamatan di Nagekeo merupakan salah satu wilayah yang memiliki sejarah panjang
dan unik tak terlupakan hingga kini. Terletak di bawah kaki gunung Ebulobo,
Boawae termasuk kawasan yang sangat indah dan subur.
Kampung adat Nggolonio yang masih
terpelihara. (Foto : FBC/Kornelius Rahalaka)
Dari sudut sejarah, Boawae
merupakan pusat swapraja Nagekeo pada masa pemerintahan kononial. Selain itu,
di Kampung Boawae terdapat Peo, rumah adat atau Sa’o Waja, Ja Heda, Bo Heda
yang memiliki daya pesona tersendiri karena terkait dengan sejarah dan
kepurbakalaan.
Di pintu masuk Kampung Boawae,
dapat dijumpai Heda (museum lokal) sebagai tempat menyimpan benda-benda
purbakala dan terdapat pula Je Heda sebagai symbol kekuatan yang dilukiskan
sebagai patung yang menyerupai seekor kuda. Di tengah kampung dapat ditemui Peo
yang merupakan lambing persatuan masyarakat adat. Di tempat ini pula kerapkali
diselenggarakan atraksi tinju adat tradisional atau oleh masyarakat setempat
menyebutnya Etu.
Atraksi Etu telah merupakan icon
budaya Kabupaten Nagekeo yang sangat menarik wisatawan asing pun domestic.
Selain atraksi Etu, di wilayah ini pula biasa dipentaskan berbagai tarian
sepertitoda gu yakni tarian dengan menggunakan alat musik gendang
dan bambu dalam nada dan irama yang harmonis yang biasa dilakonkan pada
acara tertentu seperti pemugaran rumah adat (Sao Waja) atau penancapan tiang
agung di tengah kampung (Pa Peo)sebagai ekspresi keperkasaan dan ketangkasan
dalam melindungi tanah air atau harta kekayaan alam yang mereka miliki.