Sejarah Bajawa
Bajawa berarti India belakang. Nenek moyang penduduk Bajawa berasal dari
India belakang yang masuk ke pulau Jawa, kemudian mereka melanjutkan perjalanan
melalui samudera menuju ke Flores dengan mengendarai sampan yang mereka anggap
mirip seperti piring. Oleh sebab itu nama kota tempat tinggalnya di Flores
disebut dengan Bhajawa, yang berarti piring dari Jawa. Pendaratan pertama mereka di Flores yaitu
di daerah Aimere, kemudian mereka melanjutkan perjalanan darat hingga sampai ke
Bajawa. Para pendatang tersebut membawa budaya dari Hindia belakang yang
kemudian mereka padukan dengan budaya asli, yaitu Ngadhu dan Bhaga.
“Ngadhu” merupakan
simbol laki-laki, sementara “Bhaga” mewakili simbol perempuan.
Kedua simbol tersebut merupakan sarana pemersatu adat/klan. Setiap suku di
Flores yang berdomisili disuatu daerah pasti memiliki satu Ngadhu. Bhaga merupakan perkumpulan para ibu
sekaligus juga merujuk pada tempat berkumpulnya para ibu. Perkumpulan inilah
yang akan merundingkan untuk pendirian Ngadhu. Setelah para ibu berkumpul, maka
mereka juga mengundang para bapak untuk membicarakan tentang pendirian Ngadhu.
Ngadhu dan Bhaga memiliki peranan penting dalam upacara adat. Di dekat
Ngadhu terdapat batu tempat menambatkan binatang korban (kerbau) yang akan
disembelih. Dalam setiap kegiatan hajatan masyarakat, kisah awal kedatangan
nenek moyang ke Bajawa selalu dibawakan. Seperti dalam upacara Sui O Uwi akan selalu diisi dengan pembacaan
syair sejarah penduduk bajawa yang disampaikan dengan bahasa adat.
Ngadhu dan Bhaga di
pergunakan dalam setiap acara Tahun Baru Adat (Reba). Tahun Baru
Adat setiap suku sangat beragam mulai bulan Januari hingga Desember. Penetapan
Tahun Baru Adat didasarkan pada tanggal kedatangan nenek moyang suku tertentu
di Flores. Tanggal tersebut akan diperingati setiap tahun oleh suku
masing-masing.