Selasa, 27 Oktober 2015

Sejarah Bajawa

Sejarah Bajawa
Bajawa berarti India belakang. Nenek moyang penduduk Bajawa berasal dari India belakang yang masuk ke pulau Jawa, kemudian mereka melanjutkan perjalanan melalui samudera menuju ke Flores dengan mengendarai sampan yang mereka anggap mirip seperti piring. Oleh sebab itu nama kota tempat tinggalnya di Flores disebut dengan Bhajawa, yang berarti piring dari Jawa. Pendaratan pertama mereka di Flores yaitu di daerah Aimere, kemudian mereka melanjutkan perjalanan darat hingga sampai ke Bajawa. Para pendatang tersebut membawa budaya dari Hindia belakang yang kemudian mereka padukan dengan budaya asli, yaitu Ngadhu dan Bhaga.
“Ngadhu” merupakan simbol laki-laki, sementara “Bhaga” mewakili simbol perempuan. Kedua simbol tersebut merupakan sarana pemersatu adat/klan. Setiap suku di Flores yang berdomisili disuatu daerah pasti memiliki satu Ngadhu. Bhaga merupakan perkumpulan para ibu sekaligus juga merujuk pada tempat berkumpulnya para ibu. Perkumpulan inilah yang akan merundingkan untuk pendirian Ngadhu. Setelah para ibu berkumpul, maka mereka juga mengundang para bapak untuk membicarakan tentang pendirian Ngadhu.
Ngadhu dan Bhaga memiliki peranan penting dalam upacara adat. Di dekat Ngadhu terdapat batu tempat menambatkan binatang korban (kerbau) yang akan disembelih. Dalam setiap kegiatan hajatan masyarakat, kisah awal kedatangan nenek moyang ke Bajawa selalu dibawakan. Seperti dalam upacara Sui O Uwi akan selalu diisi dengan pembacaan syair sejarah penduduk bajawa yang disampaikan dengan bahasa adat.
Ngadhu dan Bhaga di pergunakan dalam setiap acara Tahun Baru Adat (Reba). Tahun Baru Adat setiap suku sangat beragam mulai bulan Januari hingga Desember. Penetapan Tahun Baru Adat didasarkan pada tanggal kedatangan nenek moyang suku tertentu di Flores. Tanggal tersebut akan diperingati setiap tahun oleh suku masing-masing.