Jumat, 03 Juli 2015

Kisah perjalanan para peminang bidadari bagian 10

X. ABU ZAID AL HAJIRI AL QITRY

Abu Zaid Al Qitry seorang pemuda yang tinggal di Ri’an. Masa mudanya dihabiskan bersama keluarganya di Qitr dan kota Ad Dauhah yang mencetak singa ini. Bapaknya bekerja sebagai tentara di Qitr dengan menyandang pankat tinggi.
Ketika anaknya sudah berumur empat belas tahun, bapaknya mulai mengajak anaknya bergabung dengan tentara Qitr, bapaknya menggabungkan anaknya dengan tentara. Maka anak itu belajar sebisanya sesuai dengan tingkatan umurnya sampai umur tujuh belas tahun.
Pada tahun itu terjadilah tragedy Bosnia Herzegovina dan berita itu telah tersebar ke seluruh orang. Beliau terbang kesana untuk menolong saudara-saudaranya dengan mengorbankan jiwa dan hartanya.
Abu Zaid mencari-cari berita dan berfikir bagaimana bisa menolong mereka. Fikirannya menerawang membayangkan seandainya beliau termasuk orang yang mengorbankan dirinya untuk menolong dan mengangkat kemuliaan Dien mereka atas darah dan tulang belulang mereka, sampai pada akhirnya Allah berkehendak mempertemukan beliau dengan keempat pemuda Qitr. Mereka adalah Abu Muhammad, Abu Mus’ab dan  Abu Mu’ad. Mereka bertekad untuk berangkat ke Bosnia dan menolong saudara-saudara mereka disana. Mereka bertemu dengan Abu Sholih Al Qitri, Abu Mu’ad Al Qitri, Abu Kholid Al Qitri – semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka semua -.
Benar ….. para pahlawan itu bergerak ke Bosnia dan bersama mereka saudara kita Abu Zaid rohiamhullah. Mereka hadapi semua kesulitan dan kepayahan. Mereka tinggalkan dunia dan gemerlapnya, keindahannya dan kemegahannya di belakang punggung mereka dan mereka selalu bercita-cita untuk mendapatkan syahadah.
Mereka telah sampai di Bosnia dan bergabung dengan pasukan mujahidin. Setelah berlalu beberapa bulan salah seorang teman mereka tadzrib ada yang ingin kembali pulang ke keluarganya di Qitr. Akan tetapi setelah berfikir panjang dan mengingat kembali cita-cita untuk mendapatkan syahadah maka ia menetapkan untuk tinggal disana dan tidak akan kembali pulang ke Qitr.
Benar ….. beliau pun meninggalkan teman-temannya – yang ada di Qitr - dan mengokohkan tekad untuk menetap disana.
Pada musim dingin di tahun 1414 H. mujahidin turun dari parit-parit penjagaan menuju barisan belakang untuk beristirahat selama sebulan penuh, karena pada bulan ini saljunya sangat tebal.
Di baris belakang para mujahidin berkumpul di sebuah madrasah milik orang-orang Bosnia. Di tempat inilah tampak sifat-sifat orang yang mendapat syahadah pada diri saudara kita – Abi Zaid Al Qitri -, seperti, sikap tawadhu’, mementingkan kepentingan saudaranya, beliau selalu menjadi petugas yang membagi-bagikan makanan kepada mujahidin, dan beliau tidak makan kecuai setelah semua mujahidin sudah mendapat makanan semua lalu beliau memakan sisa-sisa makanan yang ada dari mujahidin. Jiwanya begitu mulia, beliau dicintai para pemuda disana dan dihormati oleh mereka. Pada malam hari beliau tidak pernah melewatkan sholat malam dalam kekhusyuan dan kerendahan hati di depan Robnya. Dan pada siang hari beliau selalu puasa daud – sehari puasa sehari berbuka -.
Setelah berlalu musim dingin bergeraklah para mujahidin menuju Front untuk berjaga.
Pada suatu hari ketika beliau sedang jaga waktu itu cuaca langit sangat cerah dan salju memenuhi bumi dan pada malam hari itu komandan pasukan sedang mengadakan kontrol di parit-parit penjagaan, maka komandan itu menyaksikan Abu Zaid seorang diri sedang memandangi langit dengan pandangan tajam. Lalu komandan itu memanggil beliau : “ Wahai Abu Zaid ….. Abu Zaid ….. Abu Zaid ….. beliau tidak menoleh kepada komandan hingga komandan itu mendekati beliau dan menggerakkan beliau dan berkata : “ Ada apa denganmu ? “. Beliau menjawab : “ Tidak ada apa-apa “. Komandan itu berkata lagi : “ Demi Allah engkau harus bercerita kepadaku “. Beliau berkata : “ Demi Allah ! Aku telah melihat langit seakan-akan langit itu terbuka dan pada saat itu muncullah seorang perempuan yang sangat cantik sekali yang belum pernah aku lihat dalam hidupku, ia lambaikan tangannya kepadaku dan memberikan salam kepadaku “. Komandan menyudahi cerita itu dan keduanya lalu berjaga bersama.
Peperangan al Fath Al Mubin telah dekat, para singa Allah bersiap-siap untuk menyambut peperangan ini dengan gembira dan bahagia. Peperangan itulah yang disebut-sebut dengan “ Pengalaman militer “. – karena -  front tersebut tidak akan dapat dimenangkan kecuali dengan menggunakan pesawat terbang. Tentara Bosnia telah mencobanya berkali-kali untuk menaklukan daerah itu – namun belum juga bisa ditaklukkan -.
Mujahidin bergerak maju menuju daerah itu dan setiap mujahidin menyenandungkan bait-bait syair :
“ Akan aku bawa ruhku menuju peristirahatanku
Dan aku bawa ruhku menuju jurang kematian “.
Setiap mujahid bercita-cita mendapatkan syahadah dengan jujur di dalam hatinya setelah terlebih dahulu banyak membunuh musah-musuh Allah Serbia dan menimpakan siksaan kepada mereka di dunia sebelum mereka rasakan di akhirat kelak.
Ketika dimulai peperangan dan meningilah suara takbir, gugurlah saudara kita Abu Zaid Al Qitri sebagai syuhada’ – semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada beliau - dalam kondisi berhadapan dengan lawan bukan membelakangi – lari -. Dan kita tidak mensucikan seseorang atas Allah. Beliau gugur sebagai  pahlawan pemberani.
Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada sang pahlawan yang masih muda umurnya, akan tetapi besar amalnya. Beliau pada saat itu baru berumur tujuh belas tahun.
Selamat tinggal wahai Abu Zaid. Insya Allah kita berjumpa kembali di Jannah