Upacara
Kematian
Masyarakat
Bajawa memandang kematian sebagai ’Dewa da Enga atau Nitu da Niu’. Dewa
adalah kekuatan di atas yang baik (Dewa Zeta) yang memberi kehidupan dan
kematian. Nitu adalah kekuatan di bawah yang jahat (Nitu zale) yang bisa
mencabut nyawa manusia secara paksa. Karena itu di kalangan masyarakat Bajawa
ada dua jenis kematian:
- Mata Ade: Mati yang wajar karena
penyakit medis. Upacara penguburan melalui tahap: Roko
(memandikan dan memberi pakaian), Basa Peti (membuat peti
mati), koe gemo (menggali kubur), gai boko(melepaspergikan
jenasah), pa’i (menghibur keluarga selama tiga malam)
dan Ngeku (kenduri) yang ditandai dengan penyembelihan hewan kurban
berupa babi, kuda atau kerbau.
- Mata Golo. Mati yang tidak wajar akibat
kecelakaan, bunuh diri atau dibunuh. Biasanya jenasah mereka tidak
diperkenankan dibawa masuk ke delam rumah. Upacara penguburan melalui
proses: Pai api (menjaga mayat halaman rumah), tau tibo (
upacara mencari penyebab kematian), keo rado (upacara
pembersihan),tane (menguburkan mayat) dan e lau kora
(membuang seluruh peralatan yang dipakai ke arah matahari terbenam).
Upacara ini biasanya terkesan menyeramkan, karena diyakini bahwa orang
yang kematiannya tidak wajar, pasti di masa lalu dari leluhurnya pernah
mengalami hal yang serupa atau melakukan tindakan yang merupakan aib
(misalnya:incest) yang tertutup. Karena itu, harus dicari sumber
penyebabnya dengan acara pa'i tibo dan disembuhkan akar
masalahnya melalui upacara rekonsiliasi dengan masa lalu. Jika upacara
tidak dilakukan maka bala yang sama akan terus menghantui ank cucu sampai
tujuh turunan berikutnya.