Rabu, 18 Oktober 2017

Bajawa dan Adat Berpakaian serta Bentuk Rumah

Inkisaria Tauladani,

Pakaian adat daerah Bajawa
Boku (coklat tua). Kain ikat yang dikenakan dengan cara dililit menyerupai kerucut di kepala sebagai pegganti topi. Mari Ngia (berwarna merah tua). Secarik kaiin yang diberi dekor khusus sebagai lambang mahkota dan berfungsi sebagai penahan/pengikat boku.
Lu’e (hitam). Kain itam bermotif kuda putih atau biru yang dilipat sedemikian rupa dengan cara mengenakannya berbentuk menyilang di punggung.
Sapu. Kain itam yang juga bermotif kuda putih atau biru yang dipakai menggantikan celana/ jubah yang merupakan pasangan dari Lu’e.
Keru. Ikat piggang yang ditenun dengan cara khusus dan bermotif kuda yang berfungsi sebagai penahan Sapu.
Degho. Gelang yang terbuat dari gading gajah yang seperti gelang pada umumnya namun berukuran agak besar dan tebal yang biasa dikenakan di tangan kiri dan kanan.
Sau. Parang adat yang dilengkapi dengan asesorisnya berupa bulu kuda putih pada gagang dan ekor yang terbuat dari rangkaian bulu ayam (Rega Sau).
Lega Lua Rongo: Keranjang yang dianyam dengan bentuk khusus yang diberi aksesoris bulu kuda pada bagian tulang kiri, kanan dan bawah, dan diberi tali untuk digantung pada pundak.
Lega Kebi Tuki: Keranjang yang dianyam dengan bentuk khusus menyerupai tas pada umumnya namun tidak berasesoris bulu kuda pada bagian tulang kiri, kanan dan bawah. Dan diberi tali untuk digantung pada pundak.



Rumah adat daerah Bajawa
Ada tiga jenis rumah adat (Sao Meze) yakni Sao Saka Pu’u (rumah pokok), Sa’o saka lobo (rumah pendamping rumah pokok) dan sejumlah Sao Pibe/Dai (rumah adat lainnya dari para anggota suku/klan). Sao keka/sao keka.
Proses membuat rumah adat yang harus dilalui adalah:
Dari uraian di atas tampak bahwa pandangan kosmologi (ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta) orang Bajawa sangat mempengaruhi cara hidup mereka. Pemahaman bahwa ada kekuatan lain (yang mutlak) yang menguasai semesta baik di tingkat atas maupun bawah melahirkan sejumlah upacara/ritual adat yang pada intinya "memohon" keselamatan, restu, dan ucapan syukur atas apa yang telah dialami oleh setiap orang Bajawa dalam hidup pribadinya, di dalam kelurga, di dalam suku maupun di dalam kampung.  Muara dari semua upacara ini, adalah menjaga harmoni dengan sesama, alam semesta, dan Sang Penguasa Jagat Raya. Kesatuan dengan alam sebagai makrokosmos sangatlah penting bagi orang Bajawa karena tindakan melukai sesama, mencederai yang lain dapat mengundang murkan alam. Karena itu, sejumlah upacara yang terkait religiusitas asli yang dipaparkan di atas merupakan upaya untuk meredakan murka alam dan Penguasa Jagat Raya atas kehidupan manusia.









Sumber:

https://www.kompasiana.com/fajarbaru/mengenal-kebudayaan-bajawa-sekilas-pandang_550d4d3e8133111422b1e3b8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Katorang samua Basudara