Inkisaria Tauladani,
Pakaian adat daerah Bajawa
Boku
(coklat tua). Kain ikat yang dikenakan dengan cara dililit menyerupai kerucut
di kepala sebagai pegganti topi. Mari Ngia (berwarna merah tua). Secarik
kaiin yang diberi dekor khusus sebagai lambang mahkota dan berfungsi sebagai
penahan/pengikat boku.
Lu’e (hitam). Kain itam bermotif kuda putih atau biru yang dilipat
sedemikian rupa dengan cara mengenakannya berbentuk menyilang di punggung.
Sapu.
Kain itam yang juga bermotif kuda putih atau biru yang dipakai menggantikan
celana/ jubah yang merupakan pasangan dari Lu’e.
Keru.
Ikat piggang yang ditenun dengan cara khusus dan bermotif kuda yang berfungsi
sebagai penahan Sapu.
Degho.
Gelang yang terbuat dari gading gajah yang seperti gelang pada umumnya namun
berukuran agak besar dan tebal yang biasa dikenakan di tangan kiri dan kanan.
Sau.
Parang adat yang dilengkapi dengan asesorisnya berupa bulu kuda putih pada
gagang dan ekor yang terbuat dari rangkaian bulu ayam (Rega Sau).
Lega
Lua Rongo: Keranjang yang dianyam dengan bentuk khusus yang diberi aksesoris
bulu kuda pada bagian tulang kiri, kanan dan bawah, dan diberi tali untuk
digantung pada pundak.
Lega
Kebi Tuki: Keranjang yang dianyam dengan bentuk khusus menyerupai tas pada
umumnya namun tidak berasesoris bulu kuda pada bagian tulang kiri, kanan dan
bawah. Dan diberi tali untuk digantung pada pundak.
Rumah adat daerah Bajawa
Ada tiga jenis rumah adat (Sao Meze) yakni Sao Saka Pu’u (rumah
pokok), Sa’o
saka lobo (rumah pendamping rumah pokok) dan sejumlah Sao
Pibe/Dai (rumah adat lainnya dari para anggota suku/klan). Sao
keka/sao keka.
Proses membuat rumah adat yang harus dilalui
adalah:
Dari uraian di atas tampak bahwa pandangan kosmologi (ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta)
orang Bajawa sangat mempengaruhi cara hidup mereka. Pemahaman bahwa ada
kekuatan lain (yang mutlak) yang menguasai semesta baik di tingkat atas maupun
bawah melahirkan sejumlah upacara/ritual adat yang pada intinya
"memohon" keselamatan, restu, dan ucapan syukur atas apa yang telah
dialami oleh setiap orang Bajawa dalam hidup pribadinya, di dalam kelurga, di
dalam suku maupun di dalam kampung. Muara dari semua upacara ini, adalah
menjaga harmoni dengan sesama, alam semesta, dan Sang Penguasa Jagat Raya.
Kesatuan dengan alam sebagai makrokosmos sangatlah penting bagi orang Bajawa
karena tindakan melukai sesama, mencederai yang lain dapat mengundang murkan
alam. Karena itu, sejumlah upacara yang terkait religiusitas asli yang
dipaparkan di atas merupakan upaya untuk meredakan murka alam dan Penguasa
Jagat Raya atas kehidupan manusia.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Katorang samua Basudara